keindahan

keindahan
alam

Jumat, 17 Februari 2012


Aku melangkahkan kaki keluar rumah,kepergianku disertai senyuman ibu aku merasa lega. Berdiri dipinggirjalan tepat didepan gerbang rumahku. Lalu lalang kendaraan menambah ramai suasana jalan kota banyuwangi saat hari libur, sangat didominasi kendaraan pribadi yang berbondong-bondong menuju arah wisata. Mungkin sudah menjadi kebiasaan warga banyuwangi yang mengisi hari libur bersama aanggota keluarga ketempat-tempat yang setidaknya dapat meredakan setres. Muda-mudipun tak mau ketinggalan mereka berramai-ramai memenuhi jalan dengan tujuan yang sama,aku sudah tak merasa heran dengan keadaan seperti ini,karna tempat tinggalku tepat dipinggir jalan yang menghubungkan kota banyuwangi dengan kota tetangga dan juga jalan yang menghubungkan dengan beberapa tempat wisata. Seperti layaknya orang-orang di kota lain pantai menjadi objek wisata yang paling ramai dikunjungi,kebetulan kota ini merupakan kota yang berlokasi diujung pulau jawa. Tak heran jika di kota banyuwangi terdapat banyak wisata pantai.salah satunya yang paling ramai dikunjungi adalah pantai plengkung, orang-orang menyebut pantai ini dengan berbagai sebutan seperti “G-Land, The Seven Giant Waves Wonder” Julukan tersebut diberikan oleh peselancar asing utk gulungan ombak di pantai Plengkung yg berlokasi di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), G punya tiga konotasi yg berbeda: Green, karna lokasinya di tepi hutan, Grajagan, nama point terdekat sebelum ada jalan melintas di hutan atau Great karna salah satu ombak yang terbaik di dunia. Apapun artinya, itulah julukan buat sebuah nama lokal bernama Plengkung. Ombak di Plengkung merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Ombak setinggi 4-6 meter sepanjang 2 km dalam formasi 7 gelombang bersusun “go to left” cocok ditunggangi oleh peselancar kidal. Selain Plengkung untuk peselancar profesional, ada juga Pantai Batu Lawang untuk belajar. Ombak disini disebut “twenty-twenty” yang artinya twenty minute untuk mendayung ketengah dan twenty minute menikmati titian ombak. Pemerintah banyuwangi coba mengenalkan wisata banyuwangi kepada para wisatawan asing,berharap keindahan wisata banyuwangi dapat dikenal hingga ke manca Negara. Keindahan yang juga didukung dengan budaya asli budaya yang turun tumurundari nenek moyang . orang-orang asli banyuwangi biasa berbicara dengan menggunakan bahasa osing dan juga tarian yang mereka sebut dengan tari gandrung. Gandrung Banyuwangi berasal dari kata Gandrung, yang berarti tergila-gila atau cinta habis-habisan. Tarian ini masih satu generasi dengan tarian seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di Cilacap dan Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, yakni melibatkan seorang wanita penari professional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik atau gamelan. Tarian ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan Gandrung, dan tak ayal lagi Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung.Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan menurut laporan Scholte (1927) instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890-an, yang dimungkinkan karena ajaran Islam melarang segala bentuk travesty atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan. Sedangkan Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan Seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya Gandrung oleh wanita. tradisi Gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya.
            Pada mulanya Gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung, yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian disamping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak oleh era globalisasi.Namun menurut sumber yang berbeda, tari gandrung konon lahir pada zaman Kerajaan Airlangga di Jawa Timur. Dalam suasana bersukaria, para prajurit keraton ada yang menabuh gamelan, ada yang menari. Mereka menari secara bergantian setelah penari sebelumnya menyentuh penonton yang berdiri di tepi arena. Perkembangan berikutnya, penari utamanya adalah perempuan (gandrung) yang pada awal penampilannya menyatakan tiang lanang (saya lelaki) kemudian menari sambil bernyanyi (basandaran atau bedede). ari ini terdiri atas tiga babak, yaitu babak bapangan-penari memperkenalkan diri kepada penonton-babak gandrangan di mana penari dengan kipas di tangan mengitari arena. Saat tertentu penari menyentuhkan kipasnya (tepekan) pada salah seorang penonton, yang serta-merta maju ke tengah arena untuk menari (pengibing). Kemudian babak parianom, di mana penari menari sambil bernyanyi dan melayani sang pengibing. Tiap pengibing diberi waktu menari sekitar 10 menit dan menyerahkan uang ala kadarnya sebelum meninggalkan arena.
Pemerintah banyuwangi coba melakukan upaya demi mempertahankan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang ini. Salah satu upaya pemerintah dalam memperahankan budaya ini dengan diadakannya BEC (banyuwangi etno carnival) yang melibatkan kaum pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar